Tak Tahan Terus Dianiaya Pemerintah Cina, Muslim Uighur Minta Doa Rakyat Indonesia
>> 18 Oktober 2014
SPEKTANEWS
(Cina) Di manapun di dunia, jika Muslim menjadi minoritas maka mereka akan
selalu dilanda penderitaan yang nyata. Begitu pula dengan Muslim Uighur, yang
penderitaannya sangat patut menjadi perhatian umat Islam dunia. Karena apa yang
dialami Muslim Uighur tidak jauh beda dengan kondisi di Gaza, Suriah, maupun
Patani.
Demikian
harapan para pengungsi Uighur saat ditemui Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di
Turki, akhir September 2014.
Saat
ditemui, kondisi mereka sangat memperihatinkan. Amin yang berencana hijrah ke
Suriah bersama keluarganya, mengaku terpaksa keluar dari kampung halamannya
karena tidak tahan kezhaliman yang terus menerus dilakukan pemerintah China.
“Kami
tidak ada pilihan. Di China kami disiksa, para Ulama kami dibunuh, dan kami
dilarang mendirikan sekolah,” ujar Amin bersama istri dan satu anaknya bernama
Muslimah (4 tahun).
Amin
menerangkan Muslim Uyghur tidak bisa menjalankan ajaran Islam sepenuhnya di
China.
“Bahkan
untuk memelihara jenggot saja kami dipenjara,” katanya yang menerangkan ada
ribuan Ulama Uyghur dipenjara oleh pemerintah China.
JITU
pun mengkonfirmasi berita bahwa muslim Uyghur dipaksa untuk berbuka puasa oleh
pemerintah China. Amin pun membenarkannya. Berita itu, katanya, bukanlah isapan
jempol semata.
“Berita
itu benar adanya. Kami dipaksa untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan,” ujarnya
prihatin.
Saat
ditanya, apakah Muslim Uyghur memiliki situs khusus agar media-media di
Indonesia bisa mengakses penderitaan Muslim Uyghur, Amin menjelaskan bahwa pemerintah
China melarang mereka melakukan itu.
“Banyak
dari kami takut berbicara ke dunia, karena pemerintah akan memenjara kami,”
terangnya.
“Karena
itu, seluruh akses informasi ditutup rapat-rapat oleh pemerintah China,”
tambahnya.
Hal
senada juga dikatakan Abdullah. Remaja berusia 18 tahun ini memilih keluar
diam-diam dari kampung halamannya untuk hijrah ke Suriah. Bukan hal mudah bagi
Abdullah untuk keluar. Sebab jika pemerintah China tahu dirinya akan pergi ke
Suriah, pasti akan ditangkap.
Abdullah
memaparkan nestapa muslimah Uyghur saat melahirkan. Tidak sedikit dari para
muslimah tersebut harus berpisah dengan anaknya karena arogansi pemerintah
China.
“Saat
mereka lahir, bayi mereka diambil oleh pemerintah,” terangnya dengan bahasa
Arab yang cukup fasih.
Intoleransi
pemerintah untuk menghambat regenerasi umat Islam tidak berhenti di sana.
Abdullah menerangkan meski usianya sudah 18 tahun tapi dia belum pernah
merasakan sekolah agama formal.
“Di
Provinsi Xinjiang, pemerintah melarang umat Islam untuk mendirikan madrasah,”
tandas Abdullah yang menerangkan sebutan Xinjiang adalah bentuk stereotype
pemerintah China.
Umat
Islam di Provinsi Xinjiang lebih suka disebut Muslim Uyghur.
Untuk
itu, Amin berharap Indonesia sebagai negara mayoritas muslim bisa peduli
terhadap nasib saudaranya di Uighur. Sebab mereka sudah tidak tahan dengan
tindak kekerasan yang dilakukan pemerintah China.
“Kami
berharap agar muslim Indonesia selalu memberitakan kondisi kami. Ada ribuan
ulama kami yang sekarang di penjara oleh pemerintah China. Mereka disiksa dan
dibunuh. Kami minta muslim Indonesia mendoakan kami,” ujarnya.